Rabu, 12 Januari 2011

Secangkir Kopi di Malam Hari Menjelang Dini Hari

Suatu malam hari menjelang dini hari, aku terbangun karena rasa laparku. Aku biarkan kedua mataku ini menyatu dengan cahaya lampu kamarku yang remang-remang agar rasa lapar tidak begitu liar di perutku. Setelah beberapa lama dan aku tersadar betul bahwa ternyata aku terbangun karena lapar, aku bangun dari tempat tidurku. Membuka pintu kamar yang ternyata aku tidak menutupnya rapat, semoga tidak ada tikus yang masuk ke kamarku, ya semoga saja. Harap maklum rumahku di desa, harus mau berteman dengan tikus walaupun aku tidak menyukainya. Eh mungkin tikus juga melakukan hal-hal yang penuh inspirasi ya ? besok deh aku cermati dulu tingkah lakunya, bagi kalian yang sudah tahu tidak usah sungkan jika mau memberitahuku apa sebenarnya dibalik adanya sang tikus yang katanya harus dibasmi itu, agar aku bisa akrab dengan mereka.

Sebelum melantur kemana-mana, lebih baik aku teruskan
tulisan tentang terbangunnya aku tadi. Setelah membuka pintu kamar yang tidak tertutup rapat aku langsung menuju ke ruang dimana makanan disimpan. Aku cari ke dapur, eh kok ya cuma ada nasi saja kemudian aku buka kulkas, lumayanlah ada sepotong roti. Hap-hap aku lahap itu roti,tak perlu waktu lama, cukup dua menit saja sudah habis kutelan, dikunyah dulu tentunya. Karena masih lapar aku memasak mie, niatnya untuk lauk nasi sih. Sebelum air mendidih, aku teringat akan kopi yang dikasih pakdheku dari lampung, niat awalku berubah dari masak air untuk bikin mie, jadi tambah bikin kopi. Setelah air itu mendidih aku mengambil gelas yang tidak begitu jauh dari tempatku berdiri. aku tumpahkan air itu secukupnya. Aku tumpahkan kopi dari wadah plastiknya perlahan-lahan penuh dengan taksiran berapa banyak kopi itu seharusnya (Sayang tidak aku catat berapa takarannya), dengan kesadaranku yang setengan-setengah (tidak jadi penuh) karena masih ngantuk. Aku mengaduknya sambil terus memasukkan bubuk kopi itu ke dalam cangkir. Tiba-tiba alam sadarku datang dan aku berhenti membuat kopi, Entah apa yang sebenarnya membuat ku berhenti secara tiba-tiba.

Air itu masih aku sisakan untuk buat mie. yayaya niatku membuat mie terlaksana juga. Setelah mie matang, aku makan dengan lahapnya, ditengah-tengah aku sadar bahwa aku tadi berniat makan mie pake nasi. Eh makan nasi pake mie maksudnya, tapi sama sajalah. Yang penting keduanya berpadu dalam mulutku lalu masuk ke lambung dan kenyang. Tak perlulah diperdebatkan..

Aku kenyang, niatnya sih mau tidur tapi aku teringat bahwa aku tadi bikin kopi. Aku membuka tasku, jika beruntung ada rokok sisa tadi siang. uhhuy masih ada. Aku ambil korek gasku pemberian teman SMA dulu, Sitta namanya, yang jarang aku gunakan, bagus sih bentuknya. Aku hidupkan, aku hisap perlahan Rokok Djarum Super itu, wouw sungguh nikmat sekali. Aku minum perlahan (basa jawane disruput) kopi itu wouw semakin nikmat saja.

Kopi itu membuat pikiranku kemana-mana. Kopi itu mulai membangunkan ingatan-ingatan yang sudah tertidur pulas entah berapa lama. Semoga dia tidak marah dibangunkan tiba-tiba. Jika marah ya tinggal dikasih kopi saja, biar aku tertidur dan dia terserah mau terjaga disisa malam atau ikut tidur kembali. Pertama, aku ingat acara Asal Usul di Trans 7 beberapa waktu yang lalu tentang kopi. Asal Usul membahas apa kandungan kopi dan juga khasiatnya. Khasiat yang masih aku ingat adalah bahwa kopi itu mempunyai antiseptik sehingga bisa digunakan untuk mengobati luka (lecet, tergores dsb) yang berdarah. Selain untuk mecegah kuman-kuman datang, bubuk kopi bisa untuk meremajakan kembali kulit agar cepat menutup luka itu. Kedua, aku ingat bahwa kopi mampu mencegah kanker mulut dan juga diabetes. Aku lupa kandungan apa hingga bisa mencegah dua penyakit yang menyeramkan itu, kalau mau lebih jelas tanya saja sama penyiar radio Swaragama di acara Insomnia, tapi aku lupa namanya.

Ketiga, hal yang terpenting dari bagian ini, menurutku lho... Setiap proses dalam pembuatan kopi tadi memberiku inspirasi bahwa setiap yang dilakukan itu mempunyai taksirannya sendiri, ada porsinya sendiri, punya ukurannya sendiri dan takarannya sendiri. Setiap pemasalahan tiap-tiap orang pun juga berbeda, tidak bisa diberikan pandangan secara universal. Begitu juga ketika melihat orang-orang yang urakan dijalan, anak-anak yang memilih turun ke jalanan, anak-anak yang memilih untuk belajar dirumah saja, tidak bisa dilihat dari pandangan universal bahwa anak-anak yang turun ke jalanan adalah anak-anak memiliki masa depan suram dan memilki nilai-nilai yang buruk, tidak berprestasi dan lain-lain. Sedangkan anak-anak yang belajar terus-menerus dirumah juga tidak bisa dilihat dari pandangan universal bahwa mereka sudah pasti pintar dan memiliki masa depan cerah, anak-anak baik, penurut dan sebagainya. Aku pernah ngopi bersama kawan-kawan yang suka dijalan, sering mbolos kuliah, kerjaan utamanya maen PES 2009 namun mereka memiliki suatu pendangan yang unik tentang social life. Saat itu mereka juga berbicara tentang realita kehidupan, tidak saling menyalahkan, memahami tentang pentingnya perbedaan, bahkan aku pun malah bingung mengikutinya (malu, pengalamanku yang sangat kurang, jadi lebih banyak diam dan cuma ”urun ngguyu”).

Saat itu aku hanya bisa bergumam, aku tidak pernah malu saat aku kalah nilai dengan anak-anak lain yang kerjaannya belajar melulu, tapi kenapa aku saat itu malah merasa malu. Ya, mungkin pengalaman jauh lebih berarti dari nilai A dan IPK 4 di kampus jadi aku malu, bahkan untuk menyangkal mereka pun, menanggapi apa yang mereka katakan pun aku tidak bisa, aku hanya tersenyum saja saat mereka memandangiku. Mungkin mereka pikir aku ini bisu. Ya, aku bisu karena benar-benar bingung saat itu. Pesanku kepada kalian yang suka belajar dirumah dan sering mengumpat tentang anak-anak yang suka membolos, malulah kalian, mereka sepertinya tidak pernah mengumpat tentang kalian dan tidak menyalahkan kalian. Belajarlah dari mereka tentang artinya perbedaan.

Hubungan antara kopi dan cerita khayalan atau kenyataan diatas (karena sulit untuk membedakan antara khayalan dan kenyataan didunia ini--”3 Iron”--) adalah setiap orang mempunyai lidah sendiri-sendiri, lidah setiap orang tidak bisa di lihat secara universal, begitu juga secangkir kopi, takaranku dengan takaran kalian juga berbeda agar kopi ini bisa dirasakan begitu nikmat. Mungkin takaran dari tiap-tiap kalianpun juga berbeda.

(TULISAN INI DIBUAT BERDASARKAN “ILMU KIRA-KIRA MENURUT SAYA”—Don’t Try This at Home or Anywhere lah__)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar